PERSAUDARAAN MENURUT ISLAM
DAN KRISTEN
Tugas
ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah
Studi al-Quran dan Hadis
Dosen
pengampu Dr. Ahmad Baidowi, M. Si.
Disusun Oleh:
Ita Fitri Astuti
PROGRAM STUDI AGAMA DAN FILSAFAT
KONSENTRASI STUDI AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK
FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2015
PERSAUDARAAN MENURUT
ISLAM DAN KRISTEN
Latar Belakang
Kehidupan bersama umat
manusia ditandai dengan yang disebut kemajemukan agama, dalam kehidupan bersama
kita akan menjumpai orang-orang yang tidak seagama dan seiman dengan kita,
namun bersama mereka kita dipanggil untuk membangun kehidupan yang lebih baik.
Artinya kita dipanggil untuk hidup rukun selaras dan damai. Hal itu tidak
berarti bahwa tidak ada perbedaan. Perbedaan akan selalu ada namun perbedaan
itu tidak untuk menciptakan suatu pertentangan, melainkan untuk saling
memperkaya dan menyempurnakan. Hal ini seyogyanya dapat terwujud dengan baik
ketika setiap diri manusia dapat menanamkan rasa persaudaraan. Sebagaimana yang
kita ketahui bahwa setiap agama tidak ada yang mengajarkan perselisihan justru
setiap agama menekankan persaudaraan yang sejati. Namun, setiap persaudaraan
yang terkandung dalam setiap agama memiliki beragamam makna. Maka dari itu
penulis bermaksud memaparkan persaudaraan yang sebagaimana yang terkandung
dalam ajaran Islam dan Kristen. Untuk lebih lengkapnya akan penulis bahas pada
bab selanjutnya.
Pembahasan
A. Persaudaraan Menurut Islam
1.
Makna
Persaudaraan
Persaudaraan dalam Islam disebut jyga dengan Ukhuwwah. Pada
mulanya Ukhuwwah berarti persamaan dan keserasian dalam banyak hal.
Karenanya, persaudaraan dalam keturunan mengakibatkan persaudaraan, persamaan
dalam sifat-sifat juga mengakibatkan persaudaraan. Makna terakhir ini antara
lain ditunjuk oleh Firman Allah dalam surat Al-Isra ayat 27 yang berbicara
tentang persamaan sifat-sifat manusia yang boros dengan setan.
Dalam al-Quran dijelaskan bahwa bentuk jamak akh
ada dua macam. Pertama, ikhwan yang biasanya digunakan untuk persaudaraan dalam
arti tidak sekandung. Kata ini ditemukan sebanyak 22 kali, sebagian
digandengkan dengan kata al-din, seperti dalam Surat Al-Taubah ayat 11 “Jika mereka bertobat, mendirikan
salat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.
Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui”. Dan sebagian lainnya tanpa kata al-din seperti
dalam Surat Al-Baqarah ayat 220.
Kedua, ikhwah yang terdapat dalam Al-Quran sebanyak tujuh kali.
Keseluruhannya digunakan untuk makna persaudaraan keturunan (kecuali satu ayat:
Innama al-muminuna ikhwan (Al-Hujurat:10). Dari kedua arti di atas menurut Quraish
Shihab bertujuan untuk mempertegas dan mempererat jalinan hubungan antarsesama
Muslim. Seakan-akan hal tersebut mencerminkan bahwa hubungan tersebut dijalin
bukan saja oleh keimanan mereka yang dalam ayat itu ditunjukan oleh kata al-muminun
tetapi ia seakan dijalin pula persaudaraan sekuturan yang ditunjuk oleh kata ikhwan tersebut. Sehingga
tidak ada satu alasan untuk meretakkan hubungan antar mereka.
Dalam prespektif Quraish
Shihab, Ukhuwwah Islamiyyah dipahaminya sebagai persaudaraan secara
Islam yang dalam ajaran pokoknya mengajarkan kerukunan intern umat Islam.
Ukhuwwah dalam arti persamaan dalam Al-Quran dan Sunnah dapat tercermin
dalam empat hal berikut ini:[1]
(1)
Ukhuwwah fi al-ubudiyyah
yaitu bahwa seluruh makhluk adalah bersaudara dalam arti memiliki persamaan. Sebagaimana
yang terkandung dalam surat Al-An’aam ayat 38 “ Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan
burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga)
seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al Kitab, kemudian
kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan”. Persamaan ini antara lain dalam ciptaan dan ketundukan kepada Allah
(Al-Baqarah: 28)
(2) Ukhuwwah fi al-insaniyah dalam arti seluruh umat manusia adalah bersaudara
karena semua bersumber dari ayah dan ibu yang satu. Surat al-Hujurat ayat 12
menjelaskan tentang hal ini. Rasul saw. juga menekankannya dalam sabda beliau “
Kunu ibad Allah ikhwana al-ibad kulluhum ikhwan”
(3) Ukhuwwah fi al-wathaniyah wa
al-nasab. Persaudaraan dalam keturunan
dan kebangsaan seperti yang diisyaratkan oleh ayat Wa lia ad akhahum Hud,
dan lain-lain.
(4)
Ukhuwwah fi din al-Islam. Persaudaraan
antarsesama Muslim seperti bunyi surat Al-Ahzab 5. Demikian juga dalam sabda
Rasul Saw: “Antum ashabiy, ikhwanuna al-ladzina yatuna badiy (kalian
adalah sahabat-sahabatku, saudara-saudara kita adalah yang datang sesudah
[wafat] ku).
Faktor penunjang lahirnya persaudaraan dalam arti luas ataupun sempit
adalah persamaan. Semakin banyak persamaan semakin kokok pula persaudaraan.
Persamaan dalam rasa dan cita merupakan faktor yang sangat dominan yang
mendahului lahirnya persaudaraan hakiki dan yang pada akhirnya menjadikan
seseorang saudara merasakan derita saudaranya. Sebagai contoh adalah
mengulurkan tangan bantuan kepada saudaranya sebelum diminta serta
memperlakukannya bukan atas dasar take and give tetapi justru
“mengutamakan orang lain walau dirinya sendiri kekurangan” (QS 59:9) selain itu
rasa tenang dan nyaman saat berada bersama jenisnya dan dorongan kebutuhan
ekonomi juga merupakan faktor penunjang lahirnya persaudaraan. Islam sangat
menekankan persaudaraan terhadap sesama muslim dan juga terhadap non muslim,
sebagaimana yang terkandung dalam surat Al Imran ayat 64 dan Saba ayat 24-25.
Secara spesifik Qurais Shihab menyebutkan bahwa surat Hujurat ayat 10
dapat dijadikan sebagai landasan untuk pematangan ukhuwah Islamiyah. Ayat
tersebut berbunyi:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا
اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara
kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat (Al-Hujurat:
10).
Ayat tersebut menjadikan konsekuensi
dari persamaan iman adalah melakukan ishlah antarsesama saudara. Kata Ishlah
dalam hal ini bukan menunjukan sikap kejiwaan tetapi justru digunakan dalam
kaitan perbuatan nyata. Ishlah hendaknya tidak hanya dipahami dalam arti
mendamaikan antara dua orang yang berselisih tetapi menghadirkan kata tersebut
dalam kehidupan nyata misalnya dalam menjalankan fungsinya sebagai manusia ada
sebagian orang atau kelompok muslim mengalami keterbelakangan ekonomi maka
seyongyanya kewajiban muslim lainnya menghadirkan nilai ishlah dalam diri
setiap muslim sehingga yang terwujud adalah bentuk nyata atau wujud fisik
material.
Ayat-ayat Al-Quran dan Hadis nabi
yang berbicara mengenai petunjuk dalam bidang ekonomi bertujuan untuk
memantapkan ukhuwah tersebut. Dimulai dari larangan melakukan transaksi yang
bersifat batil (QS 2:188), larangan riba (QS 2: 278), anjuran menulis hutang
(QS 2: 282) larangan mengurangi dan melebihi timbangan (QS 83: 1-3) dan
sebagainya. Salah satu hadis yyang popular dalam bidang ukhuwah adalah sabda
Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari sahabat Ibnu Umar.
Seorang muslim bersaudara dengan muslim yang lain. Ia tidak
menganiayanya,tidak pula menyerahkannya kepada musuhnya. Barangsiapa yang
memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi pula kebutuhannya.
Siapa yang melapangkan suatu kesulitan seorang Muslim, Allah akan melapangkan
suatu kesulitan pula dari kesulitan-kesulitan yang dihadapi di hari kemudian.
Dalam riwayat Tarmidzi dari Abu Hurairah larangan di atas dilengkapi dengan, la
yathunuh, la yakdzibuh, wa la yakhdzunuh (ia tidak mengkhianatinya, tidak
membohonginya, dan tidak pula meninggalkannya tanpa pertolongan). Demikianlah terlihat
betapa ukhuwah Islamiyah akan menghantarkan manusia kepada hasil-hasil konkret
yang nyata dalam kehidupan.[2]
Sebagaimana pula yang dijelaskan oleh Muhaimin tentang surat Al-Hujurat
ayat 10 yang menurutnya bahwa ukhuwah
bertujuan untuk saling mengerti dan membangun kerjasama di
dunia. Dengan demikian ukhuwah Islamiyah berarti hubungan persaudaraan
yang didasarkan atas persamaan dan keserasian prinsip kehidupan dan ditopang
oleh pemahaman Islam secara universal. Oleh karenanya dalam Ukhuwah Islamiyah
tidak diisyaratkan adanya kesamaan pendapat umat secara keseluruhan karena
dalam Ukhuwah Islamiyah dimungkinkan adanya perbedaan dan ketidaksesuaian,
hanya saja semua itu tidak bersifat esensi dan prinsipil dan tidak menyalahi
kaidah pokok Islam. Ukhuwah Islamiyah hanya menghendaki sikap hidup yang
toleran dan menghormati sesama manusia.[3]
Ukhuwah Islamiyah pada dasarnya tidak hanya
berkaitan dengan kerukunan intern umat Muslim melainkan kerukunan antar
umat-umat berbeda agama, HS. Prodjonusumo menegaskan bahwa kerukunan antar
umat-umat berbeda agama sebagaimana yang dicontohkan bahwa di jaman Nabi Saw
Madinah berpenduduk tidak hanya kaum Muslimin, tetapi juga pemeluk-pemeluk
agama lain yaitu Yahudi, Nasrani, dan kaum Musyrikin. Dan tidak hanya penduduk
asli Madinah yaitu Anshor tetapi juga Muhajirin dan Makkah dan orang-orang yang
datang dari negeri asing. Semua penduduk hidup rukun di bawah naungan Nabi,
masing-masing memikul kewajibannya dan mempunyai hak masing-masing. Berlaku
kebebasan memeluk satu agama yang dipilih, tidak boleh bermusuhan.
Hubungan antara muslim dan pemeluk agama lain yang disebut kerukunan
hidup antar umat-umat beragama yang berbeda dalam Islam tidak ada halangan.
Bahkan manusia harus memberikan maaf kepada orang-orang yang pernah
dimusuhinya. Hubungan muslim dengan penduduk berbeda keturuna, etnis juga tidak
ada halangan, dengan mengingat bahwa
manusia itu berasal dari asal yang sama yaitu asal dari satu (surat An-Nisa 1)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang
telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan
istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan)
nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”.
Demikian persaudaraan menurut Islam sebagaimana yang dicerminkan dalam
surat Al-Hujuran ayat 10. Dari penafsiran di atas, menurut analisis penulis
bahwa penafsir ayat tersebut lebih menekankan persaudaraan terhadap intern umat
Muslim. Dalam menciptakan persaudaraan pun tampak lebih konkrit tidak lagi
dipahami sebatas persaudaraan yang hanya saling memahami tetapi dilakukan
dengan langkah nyata yaitu memberikan bantual materil bagi Muslim yang
membutuhkan. Selain itu HS. Prodjonusumo menurut hemat saya telah melakukan
pemahaman persaudaraan lebih bersifat terbuka (inklusif) dengan menyebutkan
adanya persaudaraan yang harus diwujudkan pula terhadapa umat beragama lainnya.
Hanya saja penekanan dalam menciptakan persaudaraan dengan wujud nyata sebatas
ditunjukan untuk sesama muslim. Sementara persaudaraan terhadap antar umat
beragama lainnya yang penulis tangkap hanya sebatas saling menghormati dan
toleransi.
2.
Prinsip-Prinsip Persaudaraan.
Prinsip ukhuwah fi
dinal Islam harus diorientasikan pada delapan prinsip pokok yaitu
(1) Ukhuwah Islamiyah ditegakkan atas
akidah yang mantap yaitu akidah yang disimpulkan dalam kalimat “ La ilah
illa Allah wa Muhammad Rasul Allah”
(2) Al-Tasamuh fi al-ikhtilaf,
yaitu adanya toleransi dalam setiap perbedaan pendapat. Karena perbedaan pada
dasarnya tidak berkaitan dengan ushuluddin (pokok agama). Dan perbedaan
itu hakikatnya merupakan rahmatan bagi kita umat Muhammad “ikhtilaf ummatir
rahmah” (perbedaan pendapat antara umatku merupakan suatu rahmat). Dengan
adanya ikhtilaf yang didasari sikap tasamuk maka umat Islam berlomba-lomba
dalam mencari dan menemukan kebenaran.
(3) Al-Ta’awwun, yakni bekerja
sama antarperson dan antarorganisasi keislaman. Masing-masing person dan
masing-masing organisasi bergerak di bidang sendiri tanpa meninggalkan
konsolidasi terhadap person atau organisasi yang bergerak di lain bidang.
(4) Al-Tawazun yaitu sikap
perimbangan antara semua bidang baik antara perimbangan antara kepentingan
person dengan kepentingan organisasi, kepentingan organisasi sendiri dengan
organisasi keislaman lain. Karena semua ibarat sayap burung yang saling
bergantian mengepak, suatu saat yang kanan tinggi sedang yang kiri rendah.
Demikian juga sebaliknya.
(5) Al-Tawassuht yaitu bersikap
sederhana dan tidak memihak diantara sesama muslim dan sesama organisasi. Sabda
Nabi SAW: “khoirul umur awsathuha” (sebaik-baik perkara adalah yang
paling sederhana)
(6) Al-Wahdan wa ittishal, yaitu
adanya integritas dan konsoliditas antara umat Islam, baik di bidang ibadah,
muamalah, yang mencakup di bidang ekonomi, politik, budaya, pendidikan, sosial,
pertahanan-keamanan, dan sebagainya.
(7) Memandang Islam sebagai agama yang “rahmah
lil ‘alamin”, yakni agama yang memberikan kedamaian dan kesejahteraan bagi
seluruh umat manusia bahkan seluruh kosmis. Konsep tersebut harus ditopang
dengan landasan yang kuat, yaitu landasan kiblat umat yang disimpulkan dalam
ka’bah sebagai sarana kesatuan tauhid seluruh umat Islam, serta berlandaskan
kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai jalan hidup dan penengah bila terjadi
perselisihan antar umat Islam.
(8) Membentuk pemerintahan yang islami,
dimana pemimpin yang diundang-undangnya didasarkan atas undang-undang Allah SWT
dan Rasul-Nya.[4]
3. Hambatan Dalam Membangun Persaudaraan
Adapun dalam membangun
persaudaraan tidak terlepas dari beberapa hambatan diantaranya:
- Berbagai
pertentangan yang terjadi sering diakibatkan oleh pemahaman Islam yang
tidak komprehensif dan kaffah (aspek pemahaman).
- Ta’asub
dan fanatisme yang berlebih-lebihan terhadap
kelompoknya sendiri dan cenderung meremehkan (menihilkan) kelompok lain, padahal
masih sesame umat Islam.
- Kurang tasmuh
(toleransi) terhadap perbedaan-perbedaan yang terjadi, sehingga
menutup pintu dialog yang kreatif dan terbuka.
- Kurang
bersedia untuk saling bertausiyah (saling menasehati) antara sesama
umat Islam untuk mengurangi (menghilangkan) berbagai kelemahan dan
kekurangan yang ada (aspek keikhlasan).
- Kurang
memahami kawan dan lawan yang sesungguhnya, sehingga sering salah
mengantisipasi dan mengambil kesimpulan.
- Kurang
memiliki skala prioritas pekerjaan yang harus dilakukan, sehingga mudah
tercecer dalam implementasi dan aplikasinya.
- Belum
terbiasa dalam melakukan pembagian tugas baik antar individu maupun antar
lembaga atau organisasi yang dimiliki umat.[5]
B. Persaudaraan menurut Kristen
1. Makna Persaudaraan
Makna persaudaraan menurut Kristen terkandung dalam Alkitabiah. Pada
dasarnya persaudaraan tersebut terbagi dalam dua kategoria, persaudaraan
intereligius dan persaudaraan ekumenis. Persaudaraan intereligius berlandaskan
pada,
Pertama, kitab suci mewartakan
bahwa Yesus kristus telah memperkenakan Allah sebagai Bapa (lih. Mat.6: 9-13
dan Luk 11: 2-4). Allah adalah Bapa semua orang yang menerbitkan matahari bagi
orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar
dan orang yang tidak benar (Mat 5 :45). Bahkan Allah bapa menghendaki supaya
semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran (1Tim 2: 4),
itulah sebabnya dalam Yesus Kristus, kita pun dipanggil untuk menerima semua
orang sebagai saudara, baik yang berkehendak baik maupun yang tidak berkehendak
baik sekaligus.
Kedua,
Tuhan Yesus Kristus yang memperkenalkan dan mengajarkan kepada kita bahwa Allah
adalah Bapa kita, Bapa semua orang, juga mengajarkan umatnya agar mengasihi Allah dan mengasihi sesama,
bahkan orang-orang yang memusuhi kita. Maka, dasar Alkitabiah bagi persaudaraan
sejati adalah hukum kasih itu. “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap
jiwamu dan dengan segenap akal budimu”. Itulah hukum yang terutama dan yang
pertama. Dan hukum kedua yang sama dengan hal ini ialah “kasihilah sesamamu
manusia seperti dirimu sendiri (Mat 22: 37-39, Mrk 12: 28-33, dan Luk
10:25-27 ). Itulah hukum kasih kepada Allah dan sesama. Sementara hukum
mengasihi musuh jelas disabdakan-Nya, “ Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi
mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikian kamu menjadi anak-anak
Bapamu yang disurga yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang
yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar
( Mat 5: 44-45).
Ketiga,
dalam Injil Tuhan Yesus juga mengajak kita untuk mengedepankan upaya berdamai
dengan lawan-lawan kita. Maka Tuhan bersabda “segeralah berdamai dengan
lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu
itu jangan menyerang engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau
kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara” (Mat 5: 25).
Firman ini ditegaskan lagi oleh St. Paulus, “ Sedapat-dapatnya, kalau hal itu
bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang (Rm 12: 18).
Cinta kasih adalah
dasar relasi antarmanusia, Yesus mengajarkan kepada manusia bahwa hukum
terbesar dan dasar kerajaan Allah adalah cinta kasih. Cinta kasih kepada Tuhan
diwujudkan dalam mengasihi sesama. Cinta kasih kepada sesama seperti cinta
kasih kepada Tuhan juga menjadi perintah pokok dalam mengatur hubungan
antarsesama. Hal ini menjadi pedoman seluruh kegiatan dan sikap terhadap sesama,
artinya seorang Kristiani akan memperlakukan sesam dengan baik disegala bidang,
akan menghormati hidup, kesehatan dan nama baik sesama. Cinta kasih kepada
Tuhan dan sesame itu menembuh batas-batas. Ia tidak perduli warna kulit
seseorang, suku seseorang, jenis kelamin, agama atau apa pun. Cinta kasih
kepada Tuhan dan sesame itu universal. Karena itu, meski manusia mengembangkan
cinta kasih yang inklusif yang terbuka terhadap semua orang, bukan hanya kepada
suku, agama dan ras tertentu.
Sementara persaudaraan
ekuminis terkandung dalam Pertama, Tuhan Yesus berdoa agar semua orang
yang percaya kepada-Nya bersatu. Ini berarti semua umat Kristiani harus terus
mewujudkan persatuan dan kesatuan demi terhayatinya persaudaraan sejati. Inilah
doa Yesus itu, “Ya tuhan aku berdoa, supaya mereka semua menjadi satu, sama
seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga
di dalam kita, supaya dunia percaya bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku”
(Yoh 17: 21)
Kedua,
St. paulus pun mengingatkan bahwa kristus adalah satu dan tidak terbagi-bagi.
Maka, umat kristiani pun mesti menghayati kesatuan dan persatuan itu dalam
semangat persaudaraan sejati. Kepada umat di korintus St. Paulus menegaskan, “Adakah
Kristus terbagi-bagi?” (1Kor 1: 13). Demikian pula, St. Paulus
menggambarkan bahwa semua orang yang telah dibaptis adalah satu tubuh dalam
Kristus. “Sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan
segala anggota itu sekalipun banyak merupakan satu tubuh demikian pula Kristus.
Sebab dalam satu roh kita semua baik orang Yahudi maupun orang Yunani, baik
budak maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua
diberi minum dari satu Roh. Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota
tetapi atas banyak anggota” (1Kor 12: 12-14).
Menurut hemat saya,
meskipun persaudaraan dalam Kristen terbagi menjadi dua kategori, tetapi pada
dasarnya persaudaraan yang berada diluar tubuh kekristenan atau di dalam tubuh
kekristenan itu sendiri bersifat inklusif yang ia tidak membatasi persaudaraan
berdasarkan perbedaan jenis kulit, agama dan lain sebagainya. Melainkan ia
menekankan bahwa manusia pada hakikatnya berasal dari satu Bapa yang seyogyanya
satu sama lain saling bersaudara dalam kasih. Sehingga dalam kehidupan manusia
diperintahkan untuk saling menghormati.
2.
Prinsip-Prinsip Persaudaraan
Dalam membangun
nilai-nilai persaudaraan umat Kristiani sebagaimana yang dikemukakan oleh Rasul
Paulus. “Buah Roh ialah: kasih, suka cita, damai sejahtera, kesabaran,
kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri” (Gal. 5, 22-23).[6]
Dalam hal ini yang menjadi pilar utama yaitu kasih. Kasih dalam bahasa Yunani
ada empat lingkup yang berbeda. Kata benda stroge dengan kata kerjanya stergein
berarti kasih mesra dari orang tua kepada anaknya dan sebaliknya. Kata benda
eros dengan kata kerjanya eran yaitu kasih asmara antara pria dan
wanita yang mengandung nafsu birahi. Kata benda Philia dengan kata
kerjanya philein berarti kasih sayang yang sejati antarsahabat dekat.
Kata benda agape dengan kata kerjanya agapan yang berarti kasih yang
tanpa perhitungan apa pun dan tanpa perduli orang macam apa yang dikasihinya.
Kasih agape inilah
yang dimaksudkan Yesus. Kasih agape tidak pernah buta terhadap kelemahan
manusia tetapi kelemahan itu tidak juga mampu memadamkan api cintanya. Kasih
agape adalah tanpa pamrih dan sama sekali tidak memperhitungkan kelakukan orang
lain baik sikap, perkataan ataupun perbuatan yang menghina, menyakiti, dan
menyusahkan. Kasih agape adalah keutusan dan ketetapan sikap secara sadar dan
sengaja untuk memperlakukan orang juga yang berbuat jahat dengan kebajikan tak
terbatas dan kehendak baik semata. Jadi dengan kasih segala daya upaya
sebagaimana yang disebutkan di atas dapat dilakukan dengan baik.[7]
3.
Hambatan Dalam
Membangun Persaudaraan
Hal yang menghambat
persaudaraan dalam Kristen sebagaimana Rasul Paulus mengatakan bahwa “Buah
daging ialah: perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri
sendiri, roh pemecah, kedengkian, kemabukan” (Gal. 5, 19-20).[8]
Sikap yang tertera tersebut pada ujungnya akan melahirkan kecurigaan,
penindasan, kekerasan, pembakaran, peperangan dan lain sebagainya. Sehingga
kehidupan antar manusia tidak akan damai bahkan persaudaraan akan sulit
terjalin.
Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan
di atas, menurut hemat saya bahwa setiap agama menganjurkan persaudaraan
menjadi sejati, meskipun dalam aplikasi masih sukar untuk dipahami dalam berbagai
kalangan masyarakat. Namun perlu diingat bahwa sejarah bangsa Indonesia dalam
mencapai kemerdekaan tidak terlepas dari rasa persaudaraan yang dalam hal ini
tidak milah-milih latar belakang berdasarkan agama atau suku dalam membangun
satu kesatuan. Oleh karena itu perbedaan tidak lantas dijadikan momok untuk
menebar konflik, justru perbedaan selayaknya disikapi dengan hati terbuka untuk
saling memahami satu sama lain. Sehingga persaudaraan yang diajarkan dalam
setiap agama dapat terwujud.
Daftar
Pustaka
Dewan
Karya Pastoral Keuskupan Agung Semarang. Merajut Persaudaraan Sejati Lintas
Iman. Yogyakarta: Kanisius. 2014.
Hafidhuddin,Didin.
Islam Aplikatif . Jakarta: Gema Insani. 2003.
Mardiatmaja,
dkk. Roh Kudus Membangun Persaudaraan Sejati. Jakarta: Sekretariat
Komisi PSE/APP-KAJ bekerjasama dengan LDD-KAJ. 1998.
Muhaimin,
dkk. Studi Islam: Dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan. Jakarta: Kencana
Prenada. 2012.
Projokusumo,HS.
Mempererat Tali Persaudaraan dalam Kesatuan Bangsa .Jakarta: Yayasan Amal
Bakti Masyarakat. 1990.
Stanislaus,
Surip. Mematahkan Siklus Kekerasan. Yogyakarta:Kanisius. 2007.
[1] M. Quraish
Shihab, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat (Bandung: Mizan, 2013), hlm. 559-562.
[2] M. Quraish Shihab, Membumikan
Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, hlm. 563-566.
[3] Muhaimin Dkk, Studi Islam:
Dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan (Jakarta: Kencana Prenada ,2012) hlm.
346
[4] Muhaimin Dkk, Studi Islam:
Dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan (Jakarta: Kencana Prenada ,2012) hlm.
349-350.
[5] Didin Hafidhuddin, Islam
Aplikatif (Jakarta: Gema Insani, 2003), hlm. 158.
[6] Mardiatmaja dkk, Roh Kudus
Membangun Persaudaraan Sejati (Jakarta: Sekretariat Komisi PSE/APP-KAJ
bekerjasama dengan LDD-KAJ, 1998), hlm. 113.
[7] Surip Stanislaus, Mematahkan
Siklus Kekerasan (Yogyakarta:Kanisius, 2007), hlm. 64-65.
[8] Mardiatmaja dkk, Roh Kudus Membangun Persaudaraan
Sejati (Jakarta: Sekretariat Komisi PSE/APP-KAJ bekerjasama dengan LDD-KAJ,
1998), hlm. 113
0 komentar:
Posting Komentar